Text
KUPILIH JALAN GERILYA ROMAN HIDUP PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN
"Yang sakit tu Soedirman, Panglima Besar tidak pernah sakit," ujar Panglima Soedirman ketika Bung Karno menolak ikut gerilya. Tubuh ringkih itu memilih jalan gerilya, membakar semanga prajurit, membuktikan pada dunia--negara Indonesia tetap ada sekalipun para pemimpin politik telah ditawan Belanda. Air mata Alfiah menderas setiap membayangkan suaminya yang sakit-sakitan mendaki bukit, menembus belantara, mengadang tanah tandus berbatu, menghindari serbuan belanda tanpa henti. tapi di balik wajah pucat itu sinar matanya tak pernah berubah--tajam berkarisma, membuat Simon Spoor frustasi. Operasi pengejaran Soedriman selalu gagal. Saat Soedirman kembali ke Yogyakarta, rakyat menyemut di pinggir jalan menyambut. Air mata jadi saksi bagaimana lelaki kurus pengidap TBC akt itu telah gemilang mempertahankan martabat negeri. Ia berhasil mengusir berbagai aral rintang, tapi tak berhasil mengusir penyakit TBC yang bersarang di tubuhnya. Setelah rongrongan Belanda berakhir, ia pun menghadap Ilahi, mengembuskan napas terakhir dengan tenang setelah memeriksa rapor putra-putrinya. Langit Magelang menjadi saksi.
"Aku bahagia sekali, Bu, sepanjang hidupku Gusti Allah senantiasa memberikan jalan yang sederhana, dekat dengan alam, anak-anak dan rakyat yang hidup dan pikirannya sederhana. Rasanya tugasku sudah selesai. Kalaupun pada akhirnya di-pundut Sing Kagungan, aku rela," ujar Soedirman sebelum menutup mata.
P07686 | 959.802 ASU K | SMP Negeri 3 Malang (11) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain